Hajat Wawar adalah sebuah hajat atau niat yang diadakan di persimpangan rumah, biasanya dilakukan ketika ada ancaman marabahaya yang mendekat, sebagaimana diindikasikan melalui mimpi yang diterima oleh sesepuh atau penatua yang dihormati dalam masyarakat. Tujuan dari Hajat Wawar adalah untuk menjaga lembur, yaitu rumah atau tempat tinggal, agar terhindar dari ancaman marabahaya, sekaligus untuk menyediakan kesejahteraan dan kesehatan bagi penduduk lembur tersebut.
Dalam pelaksanaannya, Hajat Wawar melibatkan berbagai bahan dan langkah-langkah tertentu. Beberapa bahan yang selalu ada dalam Hajat Wawar meliputi
- Bubur Merah
- Bubur putih
- Air kopi pahit
- Air kopi manis
- Air teh
- Nasi Tumpeng
- Dupa (Menyan)
- Rokok Upet
- Rokok cerutu
- dan sebagainya.
Langkah - langkah dalam mempraktikan Hajat Wawar yaitu
menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan, seperti yang telah disebutkan, dan kemudian menyimpannya di area yang telah disiapkan, yang biasanya berada di persimpangan jalan tertentu.
Pelaksanaan Hajat Wawar membutuhkan peran aktif dari sesepuh atau penatua lembur. Mereka memimpin doa-doa dan mengkoordinasikan seluruh acara tersebut. Setelah doa selesai dipanjatkan, makanan seperti Nasi Tumpeng dan bahan-bahan lainnya dibagikan kepada masyarakat yang hadir dalam hajatan ini.
Hajat Wawar umumnya diadakan pada hari tertentu, seperti pada Jumat malam kliwon. Ini adalah praktik budaya yang memiliki makna dan nilai penting dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan dalam suatu komunitas, dan juga mencerminkan warisan budaya yang beragam di Indonesia.
Kesimpulan
Dalam kasus "Hajat Wawar," terdapat elemen-elemen yang dapat masuk ke dalam kategori "Tradisi" dan subkategori "Upacara Adat," seperti penggunaan Nasi Tumpeng, doa-doa tertentu, dan perayaan pada hari tertentu. Namun, sebagian besar dari "Hajat Wawar" tampaknya lebih sesuai dengan kategori "Adat Istiadat" dan subkategori "Tata Cara dalam Situasi Tertentu," karena itu melibatkan serangkaian tata cara khusus yang diikuti dalam situasi tertentu untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan komunitas.
Jadi, dalam konteks ini, "Hajat Wawar" lebih dominan dalam kategori "Adat Istiadat" dan subkategori "Tata Cara dalam Situasi Tertentu."
Artikel ini bertujuan untuk memahami dan mendokumentasikan praktik budaya ini yang kemungkinan 10 atau 20 tahun lagi tidak akan kita kenal dan dilupakan mengingat tidak ada nya penerus dari sesepuh dan penatua yang ada saat ini, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya Indonesia."
jika ada kesalahpahaman dalam kata-kata anda bisa langsung menghubungi kami melalui instagram @salam_nunggal
Artikel ini telah diperbarui lagi pada tanggal 22-09-2023